PALU, | Walhi Sulteng mendesak pemerintah untuk segera bersikap terkait dengan masalah PLTU Panau yang diminta ditutup oleh masyarakat akibat pencemaran lingkungan.
Menurutu Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah Aries Bira, tidak ada pilihan lain yang harus segera diambil secepatnya kecuali merelokasi PLTU tersebut untuk menghidari semakin banyak korban yang terpapar limbah beracun dari batu bara tersebut.
“Pemerintah juga harus segera mencari alternatif lain yang bisa di kembangkan terkait energi terbarukan,” tandas Aries dalam rilisnya yang disampaikan ke redaksi beritapalu.NET, Rabu (23/11/2016).
Aries Bira mengatakan, persoalan yang kini sudah di depan mata tidak boleh dicampuradukkan antara problem energi dan lingkungan hidup. Sebab jika itu dilakukan maka akan terjadi dilema berkepanjangan.
“Maka kami merekomendasikan kepada DPRD Provinsi agar mengambil keputusan sebijak-bijaknya dengan melihat dampak PLTU yang telah menunggu ke depannya. Satu orang tidak boleh menjadi korban hanya untuk energi kotor yang kita nikmati saat ini. Apa lagi hal ini sudah di rasakan oleh warga selama 10 tahun,” sebut Aries.
Dikatakan, krisis energi tidak hanya terjadi di Sulawesi Tengah, tetapi juga secara nasional. Solusi untuk menggunakan batubara adalah hal yang dianggap soluktif karena bahan baku yang murah meriah, namun dampak atas itu sangat berbahaya.
Dalam laporan hasil penelitian dari Kementrian Lingkungan Hidup yang saat ini berganti menjadi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang di cuplik dalam hasil persidangan di sebutkan sejak 2007 sampai 2014, estimasi jumlah total limbah fly ash dan/atau bottom ash yang dihasilkan sejumlah 107.341,72 Ton.
Di ketahui juga limbah tersebut terhadap kesehatan manusia dan mahluk hidup sangat berbahaya. Fly ash dan bottom ash mengandung logam berat beracun seperti arsenik (As) Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Cromium (Cr) dan Selenium (Se) dan berbagai jenis logam berat lainnya.
Jika semua zat tersebut terpapar ke tubuh manusia dalam waktu yang terus menerus, maka dapat menyebabkan berbagai jenis kanker, kerusakan jantung, penyakit paru, kelainan pernapasan, penyakit ginjal dan catat lahir.
Ia mengutip hasil penelitian US EPA dalam Human and ecological Risk Assessment for Coal Combustion Wastes yang menyimpulkan bahwa masyrakat yang tinggal dekat dengan tempat penyimpanan fly ash/bottom ash yang disimpan langusung di atas tanah dan masyarakat tersebut sehari-hari menggunakan air tanah, maka terdapat peluang 1 banding 50 orang yang akan terkena kanker akibat meminum air terkontaminasi arsenik, arsenik adalah bahan metaloid yang terkenal berarcun.
Rekomendasi Walhi itu juga didasarkan atas hearing yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Sulawesi Tengah untuk ketiga kalinya yang dihadiri oleh Perwakilan Pemerintah Kota, Dinas ESDM Provinsi, Pihak PLN, Komisaris PT.PJPP, masyarakat dan WALHI ST.
Dalam hearing tersebut anggota DPRD Sulteng merekomendasikan agar kasus tersebut ditindaklanjuti ke tahap eksekusi dengan diputuskan oleh Walikota, Gubernur, dan Instansi yang bertanggung jawab dalam persoalan ini.
“Namun sayangnya Walikota maupun Gubernur tidak hadir,” imbuhnya.
Dlama hearing itu juga, pihak PLN menyampaikan beberapa informasi terkait kondisi sistem, saat ini Subsitem PALAPAS (Palu,Donggala,Parigi, dan sigi) mempunyai daya kemampuan saat ini 152 MW, dengan beban puncak 121 MW dan Surplus 30 MW. Ada 3 pembangkit listrik penyuplai daya terbesar terhadap PLN yaitu PLTA Sulewana (82 MW) , PLTU Panau (50 MW), dan PLTD (30 MW).
Menurut PLN, jika PLTU Panau dinonaktikan Unit 3 dan 4 nya maka akan terjadi pengurangan daya sebesar 30 MW, sehingga tidak akan ada surplus lagi. Tapi tidak akan ada pemadaman terkecuali salah satu sumber pembangkit pemasok listrik mengalami masalah atau rusak maka baru akan terjadi pemadaman. Apabila Unit 1,2,3 dan 4 diberhentikan semua maka kita akan mengalami defisit listrik sebesar 19-20 MW.
Saat ini usaha yang PLN sedang rencanakan adalah penambahan Travo sebesar 60 MW di gardu Tipo agar bisa mendapat pasokan tambahan lagi dari Sulewana, namun diperkirakan akan terealisasi di bulan Juli akhir 2017, dan tambahan Extension 30 MW Travo di Talise.
Dari pemerintah kota menyampaikan juga upaya-upaya yang sudah dan akan mereka lakukan terkait penanganan limbah sembari menunggu hasil uji lab dan diputuskannya PLTU panau akan ditutup atau tidak
Dalam hearing tersebut masyarakat juga menyampaikan tuntutan mereka yang sudah bulat yaitu menutup PLTU atau merelokasinya mengingat sudah hampir 10 tahun mereka merasakan dampak yang berkepanjangan dari limbah PLTU dan tidak bisa ditolerir lagi. menurut masyarakat PEMKOT sangat lamban dan cenderung hanya melakukan tindakan konservatif tanpa menyelesaikan masalah secara menyeluruh.(beritapalu.net)