Habiskan Rp2 Miliar Lebih, Proyek Air Bersih Morowali Dikerja Asal-asalan

morowali-Akibat kurang pengawasan selama pelaksanaan proyek, baik dari konsultan maupun pengawasan dari SKPD terkait, khususnya pemimpin proyek (sekarang PPTK), proyek air bersih di Kelurahan Bahontula, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara (Morut) dianggap gagal.

Proyek air bersih ini didanai melalui Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) tahun 2015 sebesar Rp2.018.090.000 dari Direktorat Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Pengembangan Air Minum Dinas Cipta Karya Perumahan dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Tengah.

Proyek ini dikerjakan kontraktor pelaksana CV Tirta Hutama Makmur dengan konsultan supervisi PT Mulia Sakti Wijaya dengan masa kerja 180 hari kalender yang mengantongi dokumen paket AMST.F/21 satuan kerja Pengembangan Air Minum dan Sanitasi Sulawesi Tengah.

Pekerjaan ini merupakan bantuan program penyehatan PDAM Morowali yang rencananya mengalirkan anak sungai Bahontula untuk kebutuhan air bersih kota Kolonodale.

Dari peninjauan ke lapangan, jaringan pipa yang dipasang terkesan asal jadi.
Bagaimana tidak pada sambungan pipa besi perekatnya tidak disambungkan dengan semestinya. Salah satunya baut perekat ada yang tidak terpasang. Bahkan dari pantauan media ini, sekira belasan sambungan pipa besi, masing-masing ada kurang lebih dua baut yang tidak dipasang sebagai perekat.

Selain itu imtek (bak penampungan air) hanya satu buah yang dibangun tanpa mendirikan bak penyangga sebagai tempat penyaringan air dari sungai.

Yang dikerjakan oleh pemborong cuma bak penampung satu buah dengan ukuran tinggi sekira 2 meter x 4 meter dan memiliki satu buah bak kecil untuk menyalurkan air menuju PDAM.

Menurut pengakuan tokoh masyarakat Kelurahan Bahontula, Yuspiran Tansala pada saat ujicoba air dialirkan melalui pipa besi tersebut, banyak sambungan pipa yang bocor, dimana air meluber keluar dari batangan pipa besi.

“Pertama ini pekerjaannya asal jadi. Kalau tidak asal jadi mana mungkin air bisa keluar dari pipa. Kedua, imteknya hanya satu yang dibangun dan tidak ada bak penyaringan. Berarti kalau kotoran yang mengalir di sungai, itu juga yang akan mengalir sampai di rumah warga, proyek ini kami anggap gagal,” ujarnya, akhir pekan kemarin.
Dia sebagai tetua di Bahontula hanya bisa mengurut dada.

Bagaimana tidak, inilah akibatnya kalau proyek yang dikerjakan asal jadi.
Puncaknya adalah kurangnya pengawasan baik dari konsultan apalagi pemimpin proyeknya.
Atau karena daerah ini sulit transportasi, maka proyek dikerjakan asal jadi. sultengpos

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

%d bloggers like this: