Palu- Sejumlah petani di Sulwesi Tengah menyambut positif langkah pemerintah daerah yang mendirikan rumah cokelat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menumbuhkembangkan usaha sektor riil di daerah itu.
“Kami senang karena hasil panen bisa dijual langsung di rumah cokelat,” kata Niko (45), petani Desa Bunga, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Selasa.
Ia menyatakan siap melakukan fermentasi agar biji kakao bisa dijual di rumah cokelat.
Selama ini, kata Niko, petani tidak melakukan fermentasi karena harga biji kakao di pasaran antara fermentasi dengan tidak sama saja.
Menurut dia, rata-rata petani setelah menjemur biji kakao langsung dijual kepada pedagang, baik yang datang membeli di kebun maupun menjualnya ke Kota Palu.
Akan teetapi, dengan adanya rumah cokelat pertama di Sulteng yang ada di Kota Palu, petani bisa melakukan fermentasi dan menjualnya.
Hal senada juga disampaikan Djafar (52), petani asal Desa Tambu, Kabupaten Donggala. Dia pun menyambut gembira dan berharap rumah cokelat yang dibangun Pemprov Sulteng itu bisa membantu petani dalam pemasaran hasil panen yang selama ini hanya dijual ke pedagang pengumpul hasil bumi.
“Kami berharap rumah cokelat dapat menampung produksi petani tentu dengan melihat kualitas dari biji kakao itu sendiri,” katanya.
Sulteng merupakan daerah penghasil kakao terbesar di Pulau Sulawesi. Biji kakao Sulteng selama ini sebagian diantarpulaukan dan sebagian lagi diekspor langsung dari Pelabuhan Pantoloan Palu ke berbagai negara tujuan di Amerika, Eropa dan Asia.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulteng Almahdali mengatakan bahwa rumah cokelat untuk mendorong tumbuhnya industri kecil dan menengah (IKM) di provinsi itu.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kata Almahdali, IKM di Sulteng berkembang pesat dari tahun ke tahunya. Namun, dia tanpa memerincinya.
Selain rumah cokelat, lanjut dia, juga telah dibangun rumah kemasan yang akan diresmikan Menteri Perindustrian Saleh Husin pada hari ini.
Bahan baku pengolahan cokelat batangan, semuanya diharapkan dari petani Sulteng. Akan tetapi, biji kakao haruslah sudah difermentasi.
“Kami akan beli biji kakao petani yang sudah difermentasi dengan harga yang layak,” katanya.
Selisih harga antara fermentasi dan tidak, kata dia, sekitar Rp5.000,00/kg. Jadi, kalau di pasaran harganya Rp32 ribu, di rumah cokelat Rp37 ribu/kg.
Dengan begitu, kata dia, petani bisa mendapat keuntungan yang lebih besar dari harga yang berlaku di pasaran setempat.
Harga biji kakao kering di Palu saat ini berkisar Rp32 ribu/kg.ANT