SEBUAH BUKU – Kisah Kejayaan dan Keruntuhan Pelabuhan Kota Niaga

PELABUHAN Donggala memiliki sejarah panjang sebagai bagian dari rentetan pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Membicarakan pelabuhan Donggala selalu menjadi tema menarik yang tak pernah habis jadi bahan diskusi maupun kajian dalam literasi.

Bahkan, dalam hajatan politik (Pemilu Legislatif maupun Pemilu Kepala Daerah) Pelabuhan Donggala tak luput dijadikan bahan politisasi, meskipun mereka tidak memahami secara mendalam sosial budaya, dan sejarah kehadiran Pelabuhan Donggala tersebut.

Pemerhati sejarah budaya dan pegiat literasi di Donggala, Jamrin Abubakar mengatakan, bicara soal pelabuhan dan kota Donggala merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak dapat dipisahkan. Hal ini kata dia sangat menarik sebagai kajian sejarah yang kompleks untuk dituangkan menjadi sebuah buku.

Agar napak tilas sisa—sisa sejarah itu tidak hilang digerus zaman, Jamrin Abubakar sejak lima tahun terakhir ini, intens melakukan kajian pustaka maupun lapangan untuk menulis tentang Pelabuhan Donggala.

Harapannya, kelak buku itu menjadi sebuah dokumentasi sejarah. Buku itu berjudul DONGGALA: Kejayaan dan Keruntuhan Pelabuhan Kota Niaga.

Jamrin menuturkan, dibanding pelabuhan lainnya, pelabuhan Donggala terbilang kompleks yang tidak lepas dari sejarah kebudayaan Nusantara yang memiliki kaitan dengan jaringan perdagangan, jaringan kesenian, pendidikan, olah raga, perjuangan politik dan ekonomi. Jauh sebelum kedatangan pemerintahan Hindia Belanda yang menancapkan kekuasaannya di Donggala (tahun 1888), kota tuaDonggala telah memiliki peran penting dalam perdagangan. Hal itulah yang mendorong dirinya untuk menulis kembali sejarah kejayaan dan keruntuhan pelabuhan dan kota Donggala.

Salah satu tulisan tertua tentang Donggala ungkap Jamrin telah disebutkan dalam J.V. Mills yang mengutip catatan Cina menyebut kota tersebut telah disinggahi kapal Cina tahun 1430. Selanjutnya silih-beranganti bangsa-bangsa asing datang dan pergi menyinggahi pelabuhan Donggala melakukan bongkar muat barang.

Bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, Arab, India, Cina, Jepang dan kerajaan-kerajaan Nusnatara pernah menjadikan Donggala dalam mata rantai perdagangan.

“Karena itu membicarakan kejayaan Pelabuhan Donggala dalam beberapa abad lamanya, itu seakan sebuah legenda yang nyaris tak dipercaya generasi muda masa kini. Karena seiring perubahan zaman dan dinamika politik dan ekonomi di masa pemerintahan Orde Baru, pelabuhan Donggala mengalami keruntuhan dalam arti kolaps diawali pengalihan fungsi ke Pantoloan sebagai pelabuhan utama,” jelas penulis buku Donggala Donggala’ta dalam Pergulatan Zaman itu.

Dalam buku yang saat ini sedang tahap penyelesaian setebal 216 halaman itu, Jamrin Abubakar mengungkapkan tentang data-data perdagangan kopra, rotan, kayu lunak, kayu hitam dan berbagai hasil bumi melalui pelabuhan Donggala. Secara statistik diuraikan pula bagaimana masa-masa kejayaan pelabuhan dan bagaimana pula kemunduran aktivitas pelabuhan dengan berkurangnya kapal dan barang melalui Donggala.

Buku yang ditulisnya itu terbagi dalam beberapa bab dengan periodisasi penulisan dari tahun 1942 sampai 2013. Yaitu periode zaman pendudukan Jepang dan Perjuangan Kemerdekaan (1942-1949), zaman Kejayaan di Tengah Pergolakan politik (1950-1980), zaman Peralihan dan Romantisme Masa Lalu (1981-2010) dan zaman Revitalisasi Menuju Kebangkitan Kembali (2011 sampai akan datang).

Menurut sang penulis, pembatasan kajian dari zaman Jepang dilakukan karena sebelumnya sudah ada beberapa sarjana yang menulis soal zaman kerajaan dan kolonial Belanda. Sedangkan di zaman kemerdekaan belum banyak yang menulis, sehingga menjadi salah satu alasan Jamrin fokus pada periode tersebut.

“Berdasarkan sejarah, pelabuhan Donggala bukan sekedar jadi pusat perekonomian, tapi pernah menjadi pusat perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang dikenal aksi Laskar Merah Putih Donggala. Karena itu yang harus jadi pertimbangan kawasan pelabuhan dapat dijadikan salah satu destinasi wisata sejarah seiring keinginan pemerintah menjadikan Donggala kota wisata. Tentunya harus mempertahankan dan melestarikan bangunan-bangunan tua yang ada dan sebaiknya dibangun sebuah monumen sejarah di area pelabuhan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

%d bloggers like this: