LSM Minta Polisi Hentikan Kriminalisasi Terhadap Petani Labuan Toposo

Donggala – Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah Aries Bira, menilai, pemanggilan kedua oleh Polsek Labuan kepada enam orang petani yang menolak tambang di Desa Labuan Toposo, adalah langkah provokatif. Hal tersebut ditengarai dapat memicu konflik antara masyarakat yang pro dan masyarakat kontra terhadap aktifitas tambang tersebut.

Aries Bira mengatakan, pihak Kepolisian dalam menangani kasus dugaan pengrusakan tersebut, harus lebih mengedepankan langkah mediasi, karena masyarakat yang melakukan pelemparan terhadap alat berat milik CV Remethana karena dipicu oleh ulah perusahaan itu sendiri.

Dia berpendapat, perusahaan milik mantan anggota DPRD Donggala itu tidak mematuhi kesepakatan bersama melalui musyawarah beberapa waktu lalu.

“Penegakan hukum harusnya tidak lagi diletakkan pada adanya akibat dari suatu perbuatan. Tetapi, penegak hukum harusnya melihat apa yang menjadi sebab dari akibat tersebut, meskipun secara teori bahwa kejadian tersebut masuk dalam delik aduan namun saya yakin Polisi masih punya hati nurani,” tulis Aries dalam rilisnya kepada media ini, Selasa (26/10/2015).

Dia mengimbau, Kapolda Sulteng, Kapolres Donggala dan Polsek Labuan untuk segera menghentikan proses-proses pemanggilan terhadap enam orang petani tersebut, karena hanya memanasi keadaan dan menakuti petani di desa labuan Toposo.

Sementara, Givents, SH dari Relawan Orang dan Alam, (ROA) Sulawesi Tengah mengemukakan, bahwa terjadi keanehan dalam perizinan perusahaan tersebut. Seperti izin perpanjangan milik CV Labuan Lelea Ratan yang bernomor 188.45/0164/DESDM/2015 di desa Labuan Toposo. Perpanjangan izin tersebut kata dia menjadi tanda tanya karena sebelumnya perusahaan tersebut hanya beroperasi di Desa Labuan Lelea dan Labuan Panimba. Tapi dalam perpanjangan izinya, perusahaan tersebut kemudian memasukan Desa Labuan Toposo dalam IUP perpanjangan.

“Seharusnya perusahaan tersebut mengajukan izin baru. Terdapat keanehan dalam lampiran dua Izin Usaha Pertambangan (IUP) tersebut diantaranya pada klausul “memperhatikan’ tidak ada rekomendasi dari masyarakat dan pemerintah desa terkait perpanjangan izin kepada perusahaan. Pada CV Labuan Lelea Ratan malah tidak mencantumkan nilai saham dan tanggal berlaku dan berakhirnya IUP,” beber Givents.

Sebelumnya, tanggal 23 Oktober 2015 lalu, Pansus DPRD Kabupaten Donggala menemukan penggalian pasir yang dalam aturannya hanya 2 meter, ternyata di lapangan mencapai 3-6 meter dan itu sudah melakukan pelanggaran terhadap AMDAL.

“Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala sudah harus melakukan penindakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar aturan. Dan tidak lagi mengulangi program green mining yang dinilai gagal dalam menahan laju kebocoran dana jaminan reklamasi pada tahun 2014 lalu,” pungkasnya.(ms)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

%d bloggers like this: