GERKATIN Tuntut Persamaan Hak

Palu – Belasan anggota komunitas penyandang difabel tuna rungu yang tergabung dalam Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Sulawesi Tengah peringati hari tuli se dunia dengan aksi damai di seputaran Pantai Talise, Selasa (29/9/2015).

Ketua Gerkatin Sulteng, Yassin Ali Hadu mengatakan kegiatan ini tahun dilaksanakan tiap tahun tepat pada 29 September.

“Kali ini kami kaum difabel tuna rungu ingin meraih kesetaraan dengan warga lainnya, untuk memperjuangkan kesetaraan hak dengan orang normal terutama dibidang pendidikan, dunia kerja dan aksesibilitas,” kata Yassin Ali Hadu.

Untuk bidang pendidikan, para tuna rungu yang belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) merasa kesulitan dengan pepajaran yang disampaikan para guru. Pasalnya para guru masih menggunakan bahasa isyarat SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) sebagai bahasa isyrat resmi yang diakui oleh pemerintah.

“Dengan menggunakan bahasa SIBI mereka menjadi malas dan memilih tidak masuk, padahal penyandang tuna rungu saat ini memiliki Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) yang merupakan bahasa ibu bagi penyandang tuna rungu di Indonesia,” ujar Yassin Ali Hadu.

Selain itu, para penyandang tuna rungu juga masih sulit untuk mendapatkan akses pekerjaan. Banyak perusahaan yang menolak saat mengetahui calon pegawainya memiliki keterbatasan.

“Padahal mereka memiliki potensi untuk bisa bekerja di perusahaan, maupun instansi pemerintah. Terlebih lagi, sesuai dengan UU No 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, disebutkan bahwa dari 100 orang yang bekerja diperusahaan, ada satu orang dari kalangan disabilitas, tetapi perusahaan tidak menjalankan itu,” tutur Yasin Ali Hadu.

Lanjutnya, terkait aksebilitas para penyandang tuna rungu juga masih kesulitan saat berada di fasilitas umum, seperti rumah sakit, apotik, bandara, bank, kantor pos dan lain sebagiannya.

“Contohnya saat penyandang tuna rungu berada di bank, untuk melakukan transaksi denga teller, biasanya nasabah akan dipanggil dengan menggunakan mesin suara. Namun karena tidak mampu mendengar, para penyandang tuna rungu cukup mengalami kesulitan. Makanya kami ingin ada akses tulis dalam bentuk teks (running text) yang dipasang di fasilitas umum,” jelasnya.

Ia berharap lebih memperhatikan para penyandang disabilitas seperti tuna rungu dan dengan bertambah umurnya kota Palu, menjadikan kota ramah difabel.(ms)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

%d bloggers like this: