SULTENG POST- Terkait tunjangan perumahan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Donggala yang diduga mengarah pada tindak pidana korupsi, penegak hukum diminta melakukan penyelidikan atas dana tunjangan perumahan Rp 5,5 juta per bulan itu.
Hal itu ditegaskan koordinator Forum Advokasi Anggaran Sulteng, Rofandi Ibrahim kepada wartawan di Donggala baru-baru ini.
Menurutnya, hal ini tidak bisa dibiarkan tanpa adanya pengawasan. Sebab dari 30 anggota DPRD Donggala, hanya empat orang yang berdomisili atau tinggal di Ibu Kota Kabupaten Donggala, 26 orang anggota dewan lainnya berdomisili di Palu dan di luar Ibu Kota Kabupaten Donggala.
Padahal, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3 Pasal 367 Ayat 3 yang berbunyi anggota DPRD kabupaten/kota berdomisili di Ibu Kota.
Aturan ini secara telah memerintahkan anggota dewan untuk tinggal di Ibu Kota kabupaten.
Rofandi menegaskan bahwa tunjangan perumahan tersebut, menjurus pada indikasi korupsi yang merugikan negara.
“Karena banyak anggota yang tinggal di luar Ibu Kota Kabupaten Donggala,” tegasnya.
Dia meyakini anggaran tunjangan perumahan itu telah diterima para anggota dewan.
Jika benar adanya, maka penerimaan tunjangan perumahan, sementara sebagian anggota dewan tidak tinggal di Ibu Kota kabupaten, telah mengundang unsur korupsi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang 20 tahun 2011.
“Pasal tersebut di atas sesungguhnya membawa konsekuensi tunjangan perumahan bagi anggota dewan. Jadi, jika tunjangan diambil dan mereka tidak tinggal di Ibu Kota Kabupaten Donggala, maka bisa dikenakan delik Korupsi,” ujarnya.